Apa jadinya jika pemain terbaik sepanjang sejarah esports akhirnya mengungkap nama-nama yang benar-benar menjadi ancaman baginya? Faker, ikon terbesar League of Legends dan pemain yang hampir identik dengan panggung Worlds, akhirnya membahas siapa saja rival yang paling memengaruhi perjalanan panjang kariernya.
Pengakuan ini tidak hanya menyorot persaingan mekanik, tetapi juga rasa hormat terhadap sosok-sosok yang membentuk dirinya hingga menjadi legenda seperti sekarang. Visual tematik yang menempatkannya dalam spotlight menggambarkan posisi Faker sebagai pusat perhatian, sekaligus target utama seluruh pemain yang ingin menjatuhkan sang Raja.
Faker sudah tampil di Worlds selama lebih dari sepuluh tahun. Tidak ada pemain lain yang konsisten menjaga performa setinggi ini selama periode sepanjang itu. Dengan pengalaman yang begitu panjang, ia telah menghadapi berbagai gaya bermain dari berbagai era: era early aggression tim-tim China, era makro Korea, hingga perpaduan metode modern yang jauh lebih cepat dan agresif.
Dalam wawancaranya, Faker menyebut bahwa setiap era selalu memiliki satu atau dua pemain yang benar-benar menantangnya secara mental, mekanik, dan strategi. Namun, ada dua nama yang dianggapnya paling berpengaruh: Uzi dan Knight.
Nama Uzi sudah tidak asing bagi siapapun yang mengikuti sejarah League of Legends. Sebagai salah satu AD Carry paling agresif dan mekanikal sepanjang masa, Uzi menjadi rival yang membuat Faker harus berkali-kali menyesuaikan strategi.
Meski memainkan role yang berbeda, duel antara T1 dan RNG dalam era kejayaan kedua pemain ini selalu menciptakan tontonan berkualitas tinggi. Tidak heran, Faker menyebut Uzi sebagai salah satu lawan yang benar-benar menguji batasnya.
Masuknya Uzi ke Hall of Legends bersama Faker menjadi simbol bahwa keduanya adalah dua kutub yang membentuk standar kompetisi modern. Rivalitas mereka membuka babak baru dalam sejarah esports global.
Berbeda dengan Uzi yang kini sudah pensiun, Knight menjadi representasi generasi baru yang terus mengejar posisi puncak. Mid-laner berbakat dari China ini berkali-kali disebut sebagai penerus takhta Faker, dan sering menjadi momok dalam pertandingan internasional.
Gaya bermain Knight sangat agresif, presisi, dan penuh kalkulasi, sesuatu yang bahkan Faker akui sebagai ancaman nyata. Worlds 2025 memperlihatkan bagaimana duel keduanya sering menjadi titik fokus penonton, karena ini bukan sekadar game, tetapi benturan antara legenda dan penerus generasi.
Faker menegaskan bahwa rivalitas adalah salah satu alasan ia bisa terus bertahan di puncak. Tanpa lawan yang kuat, ia tidak akan pernah mencapai level permainan dan mentalitas sekuat sekarang. Setiap pertandingan menegangkan, setiap momen clutch, dan setiap comeback adalah bagian dari perjalanan panjang yang didorong oleh tekanan para rivalnya.
Dari Uzi hingga Knight, persaingan mereka membentuk narasi paling ikonik dalam dunia esports. Worlds tidak akan menjadi turnamen sebesar sekarang tanpa momen-momen besar yang melibatkan rivalitas legendaris seperti ini.
Dengan semakin banyaknya talenta muda yang muncul, pertanyaan besar kini adalah: siapa yang akan menjadi rival berikutnya bagi Faker? Apakah akan ada pemain baru yang cukup kuat dan konsisten untuk menantang sang legenda pada panggung dunia?
Satu hal yang pasti, persaingan seperti inilah yang membuat sejarah esports terus bergerak maju. Perjalanan Faker belum selesai, dan babak baru rivalitas akan selalu lahir selama ia masih berdiri di puncak dunia League of Legends.