Game AAA: Visual Memukau, Tapi di Mana Rasa Menyenangkannya?

Game AAA: Visual Memukau, Tapi di Mana Rasa Menyenangkannya?

Games
12 November 2025
6 views

Game Besar, Tapi Tak Lagi Menyenangkan?

Pernahkah kamu memainkan game dengan grafis luar biasa, dunia luas, dan cerita epik, tapi entah kenapa terasa... hambar? Fenomena ini kini menjadi bahan diskusi hangat di kalangan gamer dan pengembang. Seorang mantan eksekutif God of War baru-baru ini mengungkapkan pandangannya bahwa banyak game AAA modern terlalu fokus pada skala dan visual, tetapi melupakan hal yang paling penting: rasa menyenangkan saat dimainkan.

Ambisi Teknis yang Menelan Jiwa Game

Dalam satu dekade terakhir, industri game telah berkembang pesat menjadi ladang demonstrasi teknologi. Studio besar berlomba-lomba menciptakan dunia terbuka yang realistis, animasi sinematik, dan efek visual kelas film Hollywood. Namun di balik keindahan itu, tersimpan masalah besar: hilangnya kesederhanaan dan spontanitas dalam gameplay.

Budget produksi yang semakin membengkak membuat setiap proyek besar penuh tekanan. Tim pengembang harus bekerja ekstra keras, sering kali dalam situasi crunch, demi memenuhi ekspektasi pasar. Hasilnya? Banyak game dirilis dengan performa kurang stabil, cerita yang terlalu kompleks, atau bahkan gameplay yang terasa generik.

Para pemain pun mulai bertanya-tanya: apakah game modern benar-benar dibuat untuk dinikmati, atau hanya untuk dipamerkan dalam trailer sinematik?

Kritik dari Sosok yang Tahu Industri dari Dalam

Sebagai orang yang pernah terlibat dalam seri legendaris God of War, sang mantan eksekutif tentu memahami bagaimana kerasnya dunia pengembangan game AAA. Dalam sebuah wawancara, ia menegaskan bahwa industri perlu menemukan kembali “fun factor”, elemen inti yang membuat game terasa hidup dan memikat.

Menurutnya, game seharusnya bukan hanya tentang “seberapa realistis grafisnya,” tetapi bagaimana permainan itu bisa memicu rasa penasaran, tawa, dan kepuasan pemain. Ia mengingatkan bahwa banyak game klasik bertahan bukan karena visualnya, tapi karena gameplay yang membuat pemain terus kembali.

Esensi Fun yang Mulai Dilupakan

Jika melihat tren industri saat ini, pesan itu terasa relevan. Banyak pengembang muda masuk ke industri dengan mimpi menciptakan sesuatu yang seru dan orisinal, namun akhirnya harus tunduk pada target penjualan dan investor.

Visual promosi yang menggambarkan seorang perempuan tersenyum di depan dinding berisi potret tim kreatif menjadi simbol nostalgia: masa ketika membuat game adalah soal ekspresi dan kegembiraan, bukan tekanan finansial atau ekspektasi pasar.

Kita bisa melihat contoh kontrasnya: game indie seperti Stardew Valley, Hades, atau Celeste sering kali lebih membekas di hati pemain karena membawa kembali rasa “fun” yang tulus dan sederhana.

Kembali ke Akar: Game yang Menghibur Tanpa Beban

Pesan ini bukan sekadar kritik, melainkan ajakan. Industri game sedang berada di titik di mana ia harus memutuskan: apakah akan terus mengejar ambisi teknis tanpa arah, atau kembali ke akar — menciptakan pengalaman bermain yang benar-benar menghibur.

Bagi banyak gamer, keseruan tidak selalu berarti grafis ultra-realistis atau cerita penuh drama. Kadang, game sederhana dengan mekanik solid bisa jauh lebih memuaskan. Karena pada akhirnya, game adalah tentang bermain, bukan sekadar menonton.

Industri game memang terus berubah, tapi semoga kritik seperti ini bisa menjadi pengingat bahwa di balik semua kemajuan teknologi, esensi terpentingnya tetap rasa senang — baik bagi pengembang maupun pemain.