Fenomena “wibu” sudah lama hadir di kehidupan sosial masyarakat Indonesia, terutama sejak anime, manga, dan budaya pop Jepang semakin populer lewat internet dan media sosial. Di satu sisi, budaya Jepang—mulai dari anime, manga, J-Pop, hingga game Jepang—mempunyai basis penggemar besar dan loyal.
Namun di sisi lain, istilah “wibu” seringkali mendapat sentimen negatif, bahkan digunakan sebagai bahan olok-olokan kepada orang yang dianggap terlalu menyukai hal-hal berbau Jepang.
Lalu, apakah setiap orang yang menonton anime langsung disebut wibu? Atau ada batas tertentu yang membedakan penggemar biasa dengan wibu? Artikel ini membahas fenomenanya secara lengkap.
Istilah “wibu” berasal dari kata “weeaboo”, sebuah istilah yang muncul dari forum internet Barat seperti 4chan. Secara umum, wibu merujuk pada orang non-Jepang yang terlalu mengagungkan budaya populer Jepang secara berlebihan. Dalam banyak kasus, wibu digambarkan sebagai sosok yang sangat terobsesi pada anime, manga, Jepang, bahkan sampai menggunakan bahasa Jepang dalam percakapan sehari-hari.
Di Indonesia, perkembangan fandom Jepang tergolong masif. Komunitas anime, cosplayer, idol Jepang, hingga komunitas game Jepang sangat aktif dan mudah ditemukan di berbagai kota. Meski begitu, seiring perkembangan budaya internet, istilah wibu jadi punya konotasi negatif—seolah menjadi simbol dari “penggemar yang berlebihan”.
Padahal, tidak semua penggemar budaya Jepang bisa dimasukkan ke dalam kategori wibu.
Berdasarkan berbagai sumber populer tentang istilah weeaboo/wibu, beberapa ciri yang sering dikaitkan dengan wibu antara lain:
Tidak semua poin ini harus ada pada seseorang untuk disebut wibu, tetapi kombinasi beberapa ciri di atas umumnya melekat pada stereotip tersebut.
Ada beberapa alasan mengapa istilah wibu sering dicap negatif:
Namun perlu digarisbawahi: tidak semua penggemar anime adalah wibu.
Jawabannya: Tidak.
Menonton anime adalah aktivitas hiburan biasa, sama seperti menonton film Hollywood, drama Korea, atau kartun barat. Seseorang baru bisa dikategorikan wibu jika memenuhi beberapa pola perilaku yang berlebihan seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Jika seseorang:
maka orang tersebut bukanlah wibu, melainkan hanya penggemar anime pada level wajar.
Begitu pula penggemar Jepang yang hanya suka:
tidak otomatis termasuk wibu—selama tidak menunjukkan obsesi ekstrem dan tidak menempatkan budaya Jepang di atas segalanya secara tak rasional.
Comiket, Vocaloid, Hololive, game Jepang, atau idol group seperti AKB48, Nogizaka46, hingga grup lokal yang terinspirasi dari Jepang—semua itu adalah bagian dari budaya pop Jepang yang bisa dinikmati secara normal.
Banyak orang menyukai aspek tertentu dari budaya Jepang hanya karena kualitasnya, bukan karena obsesi.
Meski istilah wibu sering dipandang negatif, sebenarnya komunitas penggemar budaya Jepang punya banyak potensi positif.
Perusahaan Jepang sangat menghargai pekerja asing yang memahami budaya mereka.
Tidak semua yang menonton anime, main game Jepang, atau suka idol group Jepang otomatis disebut wibu.
Wibu adalah istilah yang merujuk pada tingkat obsesi tertentu yang berlebihan, bukan sekadar minat wajar.
Fenomena wibu memang sering mendapat sentimen negatif, tetapi fanbase ini juga memiliki sisi positif. Dengan minat yang tepat, kecintaan terhadap budaya Jepang bisa berubah menjadi peluang nyata—dari karier, pengembangan skill, hingga pengalaman bekerja atau liburan langsung di Jepang.
Pada akhirnya, menikmati anime atau budaya jejepangan adalah hal yang normal. Yang penting adalah tetap proporsional, tidak berlebihan, dan mampu menempatkan hobi sebagai bagian dari kehidupan yang sehat dan produktif.
Nantikan informasi-informasi menarik lainnya dan jangan lupa untuk ikuti Facebook dan Instagram Dunia Games ya. Kamu juga bisa dapatkan voucher game untuk Mobile Legends, Free Fire, Call of Duty Mobile dan banyak game lainnya dengan harga menarik hanya di Top-up Dunia Games.