Pro Kontra Smash Rule PMSL SEA Summer 2025, Kaji Ulang atau Hapus?

Pro Kontra Smash Rule PMSL SEA Summer 2025, Kaji Ulang atau Hapus?

PUBG
25 June 2025
7 views

Grand Final PUBG Mobile Super League (PMSL) SEA Summer 2025 telah berakhir pada hari Minggu, 22 Juni 2025 di mana tim asal Thailand, eArena berhasil menjadi juara usai menaklukkan Smash Rule PMSL. Selama total 3 hari sejak Jumat, 20 Juni 2025, semua tim telah memberikan performa terbaik mereka.

Termasuk tim-tim asal Indonesia, telah memberikan performa terbaik mereka selama 3 hari di mana mereka berusaha keras untuk mendulang poin-poin penting melalui setiap Winner-Winner Chicken Dinner (WWCD) yang didapatkan. Persaingan di Grand Final PMSL SEA Summer 2025 sangat luar biasa panas.

Hari pertama, berhasil didominasi oleh tim-tim Indonesia dan sebagian tim asal Vietnam. Akan tetapi, medan pertempuran di hari kedua sangat tidak terduga. Tim-tim asal Thailand bangkit dan membuktikan kelayakan mereka di kompetisi ini. Begitu pula dengan perlawanan yang diberikan oleh tim-tim asal Malaysia.

Penerapan Smash Rule PMSL di Grand Final benar-benar mengubah banyak hal. Termasuk dengan peta kekuatan, pola permainan serta strategi semua tim di Grand Final. Mencapai poin tertinggi adalah misi utama, dan ketika sudah mencapai ambang batas poin, tim tersebut hanya perlu mendapatkan WWCD dan menjadi juara.

Pro Kontra Smash Rule PMSL SEA Summer 2025, Ini Opini Coach AE RDK dan BOOM Owljan

eArena - PMSL SEA Summer 2025

Meski Grand Final PMSL SEA Summer 2025 telah berakhir, namun masih menyisakan pertanyaan bagaimana seharusnya Smash Rule PMSL diterapkan. Banyak penggemar cukup mempertanyakan penerapan Smash Rule PMSL yang terkesan “mempersingkat” durasi Grand Final.

Dalam acara SEA-nergy PMSL bersama PUBG Mobile Indonesia, beberapa panelis menuangkan opini mereka terkait Smash Rule PMSL yang diterapkan di Grand Final. Pelatih Alter Ego Ares, Rido Dwiki “RDK” Sena menyatakan bahwa penambahan 10 poin dari ambang batas yang ditetapkan terlalu kecil.

Sehingga ia memandang bahwa ketika di game 1 tim yang sudah mendapatkan ambang batas poin (match point) sangat mungkin menjadi juara dan mengakhiri turnamen hanya dengan 2 game saja. Ia menambahkan agar kiranya sistem poin dikaji ulang dengan angka yang lebih besar dan menjadi keputusan terbaik bagi banyak pihak.

Kalau dari saya sih bisa dibilang, 10 poin itu terlalu kecil. Bisa dibilang, (ketika) match 1 (tim) mendapatkan 10 poin itu, sangat memungkinkan begitu. Jadi, sayang kan (jika) Grand Final (digelar) offline, selesainya di match 2 begitu,” ucap RDK. “(Saran) dari saya, mungkin bisa sedikit diperbaiki dari sistem penambahan poinnya. Mungkin bisa 30 jadi biar para pemain merasa enak,

SEA-nergy - PMSL SEA Summer 2025

Dari para penonton (merasa) enak, mungkin bisa diperbaiki agar bisa selesai di match 4 biar tidak terlalu singkat. Jujur, saya (selaku) staf pelatih baru datang (pertandingannya) sudah selesai. Belum juga panas,” ujar RDK menambahkan.

Opini lain datang dari General Manager BOOM Esports yakni Marzarian “Owljan” Sahita yang menilai bahwa Smash Rule PMSL tampak kurang tepat diaplikasikan. Opini ini disampaikan olehnya terlepas dari hasil yang diraih oleh BOOM Esports yang dinilai tidak memenuhi target dari tim.

Ini disclaimer dulu ya, pertama, saya menyampaikan pendapat ini bukan karena tim saya (BOOM) tidak lolos ke EWC atau tidak juara. Menurut saya, secara objektif, kalau kami melihat dari segi entertaint-nya saya merasa sebenarnya Smash Rule ini agak kurang pas untuk dipakai,” ucap Owljan.

Owljan menambahkan, ia melihat penerapan Smash Rule PMSL di Grand Final membuat esensi dari Grand Final tersebut berkurang. Bahkan jika ambang batas poinnya ditambah atau jumlah pertandingannya ditambah untuk mencapai match point pun juga masih dinilai tidak efisien.

Karena, ada banyak hal menurut saya membuat final kurang greget kalau pakai Smash Rule. Saya sempat berpikir, kalau seandainya mungkin poin tambahan untuk sampai ke match point-nya itu ditambah atau mungkin jumlah match-nya ditambah menurut saya tetap tidak efisien,” ujar Owljan menambahkan.

Owljan menyatakan bahwa ia kurang setuju dengan penerapan Smash Rule di Grand Final. Meski memang memiliki tujuan yang positif, akan tetapi, ia melihat dan membandingkan sistem ini dengan sistem Super Weekend. Sekali lagi ia merasa kurang setuju dengan adanya Smash Rule PMSL.

Kalau saya kurang setuju (dengan Smash Rule), kenapa? Karena begini, kita harus lihat kembali kenapa aturan (Smash Rule) ini dibikin? Tujuannya kan memang sebenarnya ingin membuat match lebih seru, kompetisinya jadi lebih terasa sampai di match akhir masih terasa deg-degannya,

Tapi kenyataannya, ketika kita berbicara Grand Final yang (berjalan) dua hari sebelum akhirnya masuk ke sistem Smash Rule, itu ada potensi untuk jarak (poin) antara (tim) yang di atas sama (tim) yang di bawah itu jadi besar. Berbeda kalau kita berbicara Super Weekend, Super Weekend itu cuma 1 hari. Untuk kemudian ditambahkan 10 poinnya masih ada kesempatan untuk dikejar tim-tim yang lain,” paparnya.

SEA-nergy - PMSL SEA Summer 2025

Cuma seandainya kalau dari (total) 12 match terus bahkan misalnya kita tambahkan menjadi 20 atau 30 untuk sampai ke match point-nya, menurut saya tetap akan kejauhan. Jadi malah tidak tercapai tujuan utamanya (Smash Rule) yang katanya ingin membuat menjadi lebih kompetitif. Itu menurut saya ya,” pungkasnya.

Menurut kamu, bagaimana? Apakah memang penerapan Smash Rule PMSL SEA Summer 2025 sudah tepat sasaran? Atau mungkin memang perlu dikaji ulang untuk seri turnamen berikutnya? Kita tunggu saja.


Nantikan informasi-informasi menarik lainnya dan jangan lupa untuk ikuti Facebook dan Instagram Dunia Games ya. Kamu juga bisa dapatkan voucher game untuk Mobile Legends dengan harga menarik hanya di Top-up Dunia Games.